MENGERJAKAN banyak tugas sekaligus (multi-tasking) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tanpa sadar mungkin Anda seringkali berbicara di telepon sambil menulis. Apakah cara ini bagus untuk otak? Profesor Earl Miller dari world-renowned Massachusetts Institute of Technology menemukan, kecenderungan multi-tasking ternyata memicu berbagai gangguan otak, termasuk stres kronis dan kemarahan tidak terkontrol.
Membuat otak kabur
Hasil medical-scanning menunjukkan, otak manusia tidak didisain untuk mengerjakan banyak tugas sekaligus seperti pakar sulap. Otak bergerak secara perlahan dari satu tugas ke tugas lainnya. Artinya, mengerjakan 2 atau 3 kegiatan saja sekaligus akan memaksa otak bekerja lebih keras dibandingkan jika Anda mengerjakan tugas tersebut satu per satu.
Dalam penelitiannya, Miller meminta para partisipan menjalani scan kepala sambil mengerjakan berbagai tugas berbeda secara bersamaan. Studi menemukan, saat sekelompok stimulan dihadirkan di hadapan Anda, hanya 1 atau 2 hal yang cenderung mengaktifkan otak. Hal ini, menurut Miller, mengindikasikan kalau Anda hanya benar-benar fokus terhadap 1 atau 2 hal.
Dengan kata lain, otak berusaha melompat dari satu tugas ke tugas lainnya secara tidak efisien. Dan masalah sebenarnya, lanjut Miller, akan muncul saat Anda mencoba berkonsentrasi pada dua tugas sekaligus."Hal ini akan menyebabkan kapasitas pengolahan data otak kelebihan muatan," tutur Miller, seperti dikutip situs dailymail.
Hal ini, terang Miller, biasanya terjadi saat Anda mencoba melakukan tugas-tugas yang hampir serupa bersamaan, misalnya menulis email dan berbicara di telepon. Kedua aktivitas ini akan bersaing untuk menggunakan bagian otak yang sama. Sebagai akibatnya, kerja otak akan melambat.
Menurut Glenn Wilson, seorang psikiater dari University of London, jangankan melakukannya, memikirkan hal ini saja bisa menurunkan kerja otak. Penelitiannya beberapa tahun lalu sebelumnya menemukan, berada dalam situasi yang memungkinkan Anda bisa mengetik dan mengirim email sekaligus (misalnya di meja kerja) saja, bisa menurunkan IQ hingga 10 angka. Efek yang ditimbulkan setara dengan otak yang kabur akibat tidak tidur semalaman.
Tidak efisien
Tidak hanya mempengaruhi kejernihan mental, kerja otak yang berpindah-pindah antara satu ke yang lain juga membuat kerja Anda menjadi tidak efisien. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal Of Experimental Psychology menemukan, siswa memerlukan lebih banyak waktu untuk memecahkan soal matematika yang rumit saat mereka harus berpindah mengerjakan tugas yang lain. Kerja mereka melambat hingga 40%.
Memicu stres
Studi ini juga menemukan kalau multi-tasking berpengaruh negatif terhadap fisik, memicu pelepasan hormon stres dan adrenalin. Hal ini akan memicu munculnya siklus yang justru merugikan Anda. Anda akan bekerja lebih keras untuk mengerjakan banyak tugas sekaligus, menghabiskan lebih banyak waktu, kemudian merasa stres, semakin terburu-buru dan semakin memaksa diri untuk melakukan lebih banyak lagi.
Studi-studi yang dilakukan Gloria Mark, seorang 'interruption scientist' dari University of California menemukan, saat orang sering berpindah-pindah dari satu tugas ke tugas yang lain, maka mereka bekerja lebih cepat tetapi menghasilkan lebih sedikit. Setelah 20 menit mengerjakan tugas yang berpindah-pindah, partisipan melaporkan merasa lebih stres, frustasi, bekerja berlebih, berusaha lebih banyak dan merasa lebih tertekan.
Bagaimana dengan Anda? pernahkah Anda mencoba melihat bahwa pola multi-tasking yang Anda terapkan justru menjadi sumber penyebab kelelahan Anda di penghujung hari? Jika Anda terbiasa dengan cara multi-tasking, ada baiknya mulai mempertimbangkannya kembali. (OL-08)
- 20 Agustus 2009
Sumber :
Ikarowina Tarigan
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/08/20/1529/5/Multitasking-Memperlambat-Kerja-Otak
23 September 2009
Sumber Gambar:
http://www.medem.com/?q=medlib/article/ZZZ0ZFP46JC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar